TAUBATNYA FUDHOIL BIN IYADH




Hidayah merupakan karunia Allah. Dia memberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya. Termasuk kepada penjahat sekalipun. Imam adz-Dzahabi pernah menceritakan kisah seorang pencuri yang bertaubat , kekmudian dia menjadi seorang ulama besar di zamannya, dialah Al fudhail bin Iyadh. Siapa sangka Imam besar para Tabi’in, Al-Fudhoil bin Iyadh dulunya adalah sorang penyamun yang menghadang orang-orang di daerah antara Abu warda dan Sirjis. 

Seorang tetangga Fudhail bin Iyadh berkata, “Fudhail bin Iyadh adalah perampok (hebat) sehingga tidak memerlukan partner atau tim dalam merampok. Suatu malam dia pergi untuk merampok. Tak berapa lama ia pun bertemu dengan rombongan kafilah. Sebagian naggota kafilah itu berkata kepada yang lain, “Jangan masuk ke desa itu, karena di depan kita terdapat seorang perampok yang bernama Fudhail.”

Mendengar percakapan anggota kafilah itu, ternyata tubuh Fudhoil bin Iyadh gemetar hebat, dia tidak mengira bahwa orang-orang sampai setakut itu terhadap gangguan darinya, ia merasa betapa dirinya ini memberi mudharat dan bahaya bagi orang lain. Fudhail pun berkata, “Wahai kafilah, akulah Fudhail, lewatlah kalian. Demi Allah, aku berjanji (berusaha) tidak lagi bermaksiat kepada Allah selama-lamanya.” Sejak saat itu Fudhail meninggalkan dunia hitam yang telah ia geluti itu. 

Sementara itu Dikisahkan dari jalur riwayat yang lain, ada tambahan kisah bahwa Fudhail menerima kafilah tersebut sebagai tamunya pada malam itu kemudian ia berkata, “Kalian aman dari Fudhail.” Lalu Fudhail mencari makanan untuk ternak mereka. Manakala dia pulang, dia mendengar seseorang membaca ayat.

 “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16)

Mendengar ayat tersebut Fudhail berkomentar, “Berita-berita kami ditampakkan! Jika Engkau (Ya Aloh) menampakkan keadaan kami, maka apa yang kami sembunyikan pasti akan terlihat dan kami akan malu. Jika Engkau menampakkan amalan kami, maka kami akan celaka karena adzab-Mu.”

Dan aku (tetangga Fudhail) mendengarnya mengatakan, “Kamu berhias untuk manusia, berdandan untuk mereka, dan kamu terus berbuat riya’, sehingga mereka mengenalmu sebagai seorang yang shaleh. Mereka menunaikan kebutuhanmu, melapangkan tempat dudukmu (menyambutmu), dan bermuamalah denganmu karena mereka salah duga. Keadaanmu benar-benar buruk jika demikian adanya.” Selain itu, tetangga Fudhoil juga mendengarnya mengatakan, “Jika kamu mampu untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Kamu tidak rugi walaupun tidak dikenal, dan kamu tidak rugi walaupun kamu tidak dipuji. Kamu tidak rugi walaupun kamu tercela di mata manusia, asalkan di mata Allah kamu selalu terpuji.”

Ayat itulah yang menyadarkan seorang Pembegal yang ditakuti Fudhail bin Iyadh dari kelalaian yang panjang. Hingga akhirya beliau menjadi ulama senior di kalangan tabi’in, sekaligus dikenal sebagi ahli ibadah yang zuhud. Ayat itu pula yang telah menjadi teguran halus, sekaligus menohok’ terhadap orang-orang yang telah menyatakan  dirinya beriman.

Halus, karena ALLah  menyentuh dengan sapaan “orang-orang yang beriman.” Bukan dengan kalilmat “orang-orang yang durhaka”. Menohok karena setiap orang yang merasa  dirinya beriman pasti terhenyak ketika menghayati ayat ini. Ini menimbulkan kesadaran, betapa tidak layaknya seseorang yang mengaku sebagai orang beriman,Jika hati dan perbuatannya tidak mencerminkan sebagai orang beriman- Yang terkadang masih menyepelekan dosa-dosa, menomor duakan perintah Allah dan RasulNya bahkan mereka merasa enjoy, berlama-lama dengan kemaksiatan seperti itu. Padahal Rasulullah saw bersabda.

"Sesungguhnya seorang mukmin yang membayangkan dosa-dosanya seperti duduk di kaki gunung dan ia takut tertimpa olehnya. Sedangkan seorang pendosa menganggap dosanya seperti lalat yang hinggap dihidungnya lalu dikibasnya (HR Tirmidzi).

Para sahabat Nabi yang demikian taat pun menganggap bahwa ayat tadi sebagai teguran untuk mereka. Abdullah bin Abbas mengatakan “ Sesungguhnya Allah menganggp lambatnya hati orang-orang dalam merespon (ayat-ayatnya), lalu Allah menegur mereka (dengan ayat tadi) setelah 13 tahun sejak diturunkannya ayat !” 

Jika para sahabat Nabi saja merasa ditegur oleh Alloh dengan ayat ini, padahal mereka adalah generasi terbaik dari umat ini, seharusnya kita lebih merasa seperti itu, sebab kita lah yang lebih layak menjadi obyek dari teguran Allah dalam ayat ini. Memang kita telah banyak mendengar ayat Allah dibacakan, mempelajarinya, bahkan mengamalkan dan mendakwahkannya, alhamdulillah. Namun jujur,  kadang hati dan jasad kita belum juga khusyuk dan tunduk terhadap peringatan dari Allah.

Ayat-ayat dan hadits Nabi saw tentang larangan, sering pula mampir di telinga, ancamannya pun kerap kita baca. Namun seberapakah efek peringatan itu terhadap hati dan tindakan kita?. Oleh sebab itu, Membaca ayat tadi mestinya membuat kita tersadar, Allah masih memberi kesempatan kita untuk bertaubat dan menyuruh kita bersegera kembali kepadaNya setelah sekian lama teledor dan lalai.

Kisah taubat Fudhail bin Iyadh merupakan sebuah kisah yang luar biasa. Bagaimana seorang perampok yang ditakuti, bisa menjadi takut dan kembali ingat kepada Allah setelah mendengarkan ayat Alquran. Padahal hari ini, banyak manusia –mungkin termasuk kita di dalamnya- yang bukan seorang perampok, bukan juga orang yang dikenal sebagai penjahat atau orang yang terbiasa melakukan dosa secara terang-terangan, tetapi ketika mendengar ayat Alquran hati mereka tidak bergetar, tidak mengingat dan mengagungkan Allah.

Satu pelajaran besar yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah, seberapapun berat dan besarnya dosa yang dilakukan seorang hamba, maka janganlah berputus asa dari rahmat dan ampunan Alloh. Angkatlah tangan kita dan minta ampunlah kepada Alloh serta bersungguh-sungguhlah dalam bertaubat, semoga Alloh swt menerima taubat kita dan menjadikan kita sebagaimana al-Fudhoil bin Iyadh. Wallohu a’lam.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TAUBATNYA FUDHOIL BIN IYADH"

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.