TAUBATNYA SEORANG PENYANYI DITANGAN IBNU MAS'UD



Dalam kitab Hilyatul Aulia, Bidayah wan Nihayah dan Siyar ‘Alamun Nubala tersebutlah seorang pemuda yang bernama Dzaadzan, seorang peminum khamr (minuman keras), dan penabuh gendang. Lalu Allah memberinya rezki berupa taubat ditangan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, maka jadilah Dzaadzan termasuk orang-orang yang terbaik dari kalangan tabi’in, dan salah seorang ulama yang terkemuka, dan termasuk orang-orang yang masyhur dari kalangan hamba Allah yang ahli zuhud” 

kisah taubatnya, sebagaimana Dzaadzan meriwayatkannya sendiri, ia berkata : “Saya adalah seorang pemuda yang bersuara merdu dan pandai memukul gendang. Ketika saya bersama teman-teman sedang minum minuman keras, lewatlah Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, maka ia pun memasuki (tempat kami), kemudian ia pukul tempat (yang berisikan minuman keras) dan membuangnya. Bukan hanya itu ia juga pecahkan gendang (kami), lalu ia (Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu) berkata : “Kalaulah yang terdengar dari suaramu yang bagus adalah Al-Qur’an maka engkau adalah engaku… engkau”.

Setelah itu pergilah Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu. Maka aku bertanya kepada temanku : “Siapa orang ini ?” mereka berkata : “Ini adalah Abdullah bin Mas’ud rodhiallohu ‘anhu (sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)”. Maka dengan kejadian itu, (dimasukkanlah oleh Alloh) perasaan taubat kedalam jiwaku. Setelah itu aku berusaha mengejar Abdullah bin Mas’ud rodhiallohu ‘anhu sambil menangis, (setelah mendapatinya) aku tarik baju beliau rodhiallohu ‘anhu. Ibnu Mas’ud pun menghadap kearahku dan memelukku sambil menangis, ia berkata : “Marhaban (selamat datang) orang yang Allah mencintainya. 
Duduklah!” lalu Ibnu Mas’ud pun masuk dan menghidangkan kurma untukku [Siyar ‘Alamun Nubala 4,28]

dari kisah tadi Kita dapat mengambil pelajaran, bahwa kita mengetahui kejujuran Abdullah bin Mas’ud dan niatnya yang baik, serta tujuannya yang benar dalam berdakwah kepada Dzaadzan yang menyebabkannya mendapat petunjuk dan bertaubat kepada Alloh.

Hal ini sebagaimana dikatakan Abdul Qadir Jailani (561H) semoga Allah merahmati beliau, ketika mengomentari kisah tersebut. Beliau berkata, “Lihatlah berkahnya kejujuran (kebenaran), ketaatan dan niat baik, bagaimana Allah memberi petunjuk Dzaadzan melalui Abdullah bin Mas’ud dikarenakan kejujuran dan tujuan baiknya, maka seorang yang rusak (perangai dan ahlaknya) tidak akan dapat engkau perbaiki hingga engkau sendiri menjadi seorang shalih (baik) dalam dirimu, takut kepada Rabbmu jika engkau bersendirian, ikhlas kepadaNya jika engkau bergaul dengan makhluk, tanpa berbuat riya’ dalam tindakan dan tingkahmu, meng-Esakan Allah dalam seluruh hal ini, dan ketika engkau ditambah petunjuk dan bimbingan oleh Allah, engkau menjaga dirimu dari hawa nafsu dan dari penyelewangannya oleh syaitan dari kalangan jin dan manusia, dan (engkau jaga dirimu) dari seluruh kemungkaran, kefasikan, bid’ah dan seluruh kesesatan, maka akan dihilangkan darimu kemungkaran dengan tanpa terbebani (ebagaimana kisah tadi). Namun fenomena ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada zaman kita ini, seseorang mengingkari satu kemungkaran namun terjerumus dalam banyak kemungkaran, dan kerusakan yang besar ….” [Al-Ghunyah 1,139-140]

perkara lain yang kita ambil faedah dari kisah tadi adalah, Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu telah menempuh cara yang “syar’iyyah” (cara yang sesuai dengan agama) yang paling utama dalam merubah kemungkaran, tatkala ia mampu merubah kemungkaran dengan tangannya, maka iapun merubah kemungkaran dengan tangannya, ia pecahkan kendang dan ia hancurkan bejana minuman keras. 

Sungguh pada diri Abdullah bin Mas’ud rodhiallohu ‘anhu terdapat permisalan yang mengagumkan dalam keberanian dan maju membela kebenaran, serta dalam merubah kemungkaran. Ia tidak takut celaan orang yang suka mencela, padahal ia sendirian dan orang yang dilarang dari kemungkaran lebih dari satu. Ditambah lagi padahal Abdullah bin Mas’ud rodhiallohu ‘anhu adalah seorang yang pendek dan kurus (semoga Allah meridhai beliau) namun beliau tetap berani menegakkan kebenaran dengan tangannya.

Kemudian Abdullah bin Mas’ud rodhiallohu ‘anhu juga seorang yang mengagungkan hukum-hukum dan syiar-syiar Allah, makahal itu telah mewariskan sikap penghormatan dan pengagungan, dan sungguh benarlah Amr bin Abdul Qais ketika ia berkata : “Barangsiapa yang takut kepada Allah, maka Allah menjadikan segala sesuatu takut kepadanya, dan barangsiapa yang tidak takut kepada Allah maka Allah akan menjadikannya takut terhadap segala sesuatu” [Sifatus Sofwah 3,208]

Selain itu, dalam kisah tadi kita telah melihat kesempurnaan kasih sayang Abdullah bin Mas’ud rodhiallohu ‘anhu yang merubah kemungkaran dengan tangannya. Sebab tatkala Dzaadzan mendatanginya dalam keadaan bertaubat, ia pun menyambut dan memeluk Dzaadzan, lalu menangis lantaran gembira dengan taubat Dzaadzan. Dan Abdullah bin Mas’ud menghormatinya dengan ungkapan yang paling indah : “Selamat datang orang yang dicintai Allah”. Dan Bukan itu saja, bahkan Ibnu Mas’ud mempersilahkannya duduk dan mendekatkannya, serta menghidangkan kurma untuknya. Demikianlah pendengar, akhlaq ahli sunnah dalam berdakwah kepada kebenaran. 

Ahhli sunnah sayang terhadap mahluk dan menasehati mereka.
Kisah tadi kita juga bisa merasakan bagaimana cerdas dan pintarnya Abdullah bin Mas’ud rodhiallohu ‘anhu. Karena beliau rodhiallohu ‘anhu tahu bahwa Dzaadzan adalah seorang penyanyi yang bagus suaranya, maka beliau berkata: “Kalaulah yang terdengar dari suaramu yang bagus adalah Al-Qur’an maka engkau adalah engkau…engkau”. Dalam riwayat lain Ibnu Mas’ud berkata : “Alangkah bagusnya suara ini ! kalau seandainya ia membaca Al-Qur’an tentullah lebih baik”.

pengetahuan terhadap perasaann mad’u (orang yang didakwahi) adalah penopang yang penting untuk kesuksesan dakwah seorang Da’i, karena sesungguhnya jiwa itu tidak akan meninggalkan sesuatu melainkan diganti dengan sesuatu yang lain. Maka dari itu seharusnya seorang Da’I memperhatikan kondisi mad’unya, mengganti kemaksiatannya dengan amal sholeh yang sesuai dengan kondisinya tersebut. Ibnu Taimiyah berkata : “Agama Islam menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran, tidak akan tegak salah satunya melainkan dengan lainnya, maka janganlah seseorang melarang kemungkaran kecuali hendaknya ia juga menyuruh kebaikan dan menyingkirkan kemungakaran, sebagaimana ia menyuruh beribadah kepada Allah dan juga melarang dari beribadah kepada Allah dan juga melarang beribadah kepada selainNya, dimana perkara tertinggi adalah bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan jiwa itu diciptakan untuk beramal, bukan untuk meningalkan, dan hanyalah meninggalkan itu tujuan lainnya” [Iqtidho Sirotol Mustaqim 2,617]

inilah fenomena yang mulia dari dakwah Salafush Shalih yang seharusnya kita contoh dan teladani dalam kehidupan kita. Mudah-mudahan kita bisa mencontoh Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu tadi ketika berdakwah. Amin. Wallohu a’lam.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TAUBATNYA SEORANG PENYANYI DITANGAN IBNU MAS'UD"

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.