kisah
pertaubatan seorang hamba yang durhaka pada zaman Nabi Musa ‘alaihissalam.
Diriwayatkan
bahwa pada masa Nabi Musa ‘alaihissalam, kaum Bani Israil pernah
tertimpa kemarau panjang, lalu berkumpullah mereka menemui Nabi Musa ‘alaihissalam
seraya berkata, “Wahai Kalimullah, doakanlah kami kepada Robbmu agar Dia
berkenan menurunkan hujan kepada kami!”
Kemudian
berdirilah Nabi Musa ‘alaihissalam bersama kaumnya, kemudian
berangkatlah mereka bersama-sama menuju ke sebuah tanah lapang. Jumlah mereka
ada sekitar 30.000 orang atau bahkan lebih. Setelah tiba di tempat yang dituju,
Nabi Musa ‘alaihissalam pun mulai berdoa, “Robbku, berilah kami
siraman dengan air hujan-Mu, tebarkanlah kepada kami rahmat-Mu dan kasihanilah
kami berkat anak-anak kecil yang masih menyusu, hewan ternak yang sedang
merumput dan orang-orang tua yang bungkuk. Sedang langit menambah kekeringan
dan matahari semakin bertambah panas.” Nabi Musa as kemudian melanjutkan
doanya, “Robbku, bila Engkau tidak lagi menganggap kedudukanku di sisi-Mu,
maka dengan berkat kedudukan Nabi yang ummi, Muhammad saw yang telah Engkau
utus di akhir zaman (aku memohon kepada-Mu).”
Pendengar
yang budiman, Allah kemudian memberi wahyu kepada beliau ‘alaihissalam, Alloh
ta’alaa berfirman, “Aku tidak meremehkan kedudukanmu di sisi-Ku,
sesungguhnya kamu di sisi-Ku adalah orang yang mempunyai kedudukan tinggi. Akan
tetapi, bersamamu ini ada orang yang terang-terangan melakukan kemaksiatan
selama 60 tahun. Sekarang panggillah semua orang yang ada (dan beritahu mereka)
agar orang itu mau keluar dari kaummu! Karena itulah Aku melarang (hujan turun)
kepada kalian.”
Nabi
Musa ‘alaihissalam lalu berkata lagi, “Wahai Robb dan Tuanku. Akulah
hamba-Mu yang lemah dan suaraku yang lemah, apalah suaraku ini dapat menjangkau
mereka, sedangkan jumlah mereka 70.000 orang bahkan mungkin lebih?” Allah
pun menurunkan wahyu kepada beliau ‘alaihissalam, seraya berfirman, “Kamulah
yang memanggil dan Aku-lah yang akan menyampaikannya kepada mereka!”
Nabi
Musa ‘alaihissalam kemudian berdiri dan berseru kepada kaumnya, “Wahai
seorang hamba yang durhaka yang telah melakukannya secara terang-terangan
kepada Allah sejak 40 tahun yang silam, keluarlah kamu dari kalangan kami,
karena engkaulah hujan tidak diturunkan kepada kami!”
Mendengar
seruan dari Nabi Musa ‘alaihissalam itu, seorang yang durhaka itu
berdiri sambil menengok kanan-kiri. Akan tetapi, dia tidak melihat seorang pun
keluar dari kelompok mereka itu. Dengan demikian, tahulah bahwa dirinyalah yang
dimaksud sebagai orang durhaka itu. Dia lalu berkata dalam hati, “Jika aku
keluar dari kalangan ini, niscaya terbukalah kejahatanku di kalangan para
pembesar kaum Bani Israil, tapi bila aku tetap duduk bersama mereka, pastilah
hujan tidak akan turun karena diriku.”
Setelah
berkata demikian, laki-laki itu lalu menyembunyikan kepalanya di balik baju dan
menyesali semua perbuatannya seraya berdoa, “Wahai Robb dan Tuanku, aku
telah durhaka kepada-Mu selama 40 tahun dan Engkau masih memberikan kesempatan
kepadaku, dan sekarang aku datang kepada-Mu dengan penuh ketaatan, maka
terimalah (taubat)ku.” Beberapa saat kemudian tampaklah awan putih mulai
berarak-arakan di atas langit dan seiring itu hujan pun turun dengan derasnya
bagaikan ditumpahkan begitu saja dari atas langit.
Nabi
Musa as lalu berkata, “Wahai Robb dan Tuanku, mengapa Engkau memberikan
hujan kepada kami, bukankah di antara kami tidak ada yang keluar (menampakkan
dirinya sebagai orang durhaka yang Engkau maksudkan)?” Allah SWT kemudian
berfirman, “Wahai Musa, Aku memberikan hujan ini justru karena orang yang
dulunya menyebabkan Aku tidak menurunkan hujan kepada kalian.” Nabi Musa ‘alaihissalam
pun penasaran dan memohon kepada Alloh ta’alaa seraya berkata, “wahai
Robbku, perlihatkanlah kepadaku siapa sebenarnya hamba yang taat itu?”
Kemudian
Alloh ta’alaa berfirman, “Wahai Musa, dulu ketika dia durhaka
kepada-Ku, Aku tidak pernah membuka kejelekannya. Apakah sekarang Aku akan
membuka rahasia (aib)nya ketika dia telah taat kepada-Ku? Wahai Musa,
sesungguhnya Aku sangat benci kepada orang yang suka mengadu domba. Sekarang
haruskah Aku menjadi pengadu domba?”
Pendengar
yang budiman dimana saja saat ini anda berada, demikianlah kisah pertaubatan
yang sangat mengagumkan. Dari kisah tersebut, ada banyak pelajaran yang dapat
kita ambil, diantaranya :
1.
Rizki
dan keberkahan seseorang bahkan suatu kaum bisa tertahan (tidak diberikan oleh
Alloh) jika ada salah seorang saja dari kaum tersebut yang terang-terangan
berbuat dosa.
2.
Anjuran
untuk berdakwah kepada masyarakat pada umumnya agar selalu menjaga dan
meningkatkan ketaatan kepada Alloh.
3.
Adzab
dari dosa tidak hanya dirasakan di akhirat, namun juga dirasakan di dunia.
4.
Adzab
di dunia bagi orang yang melakukan kemaksiatan juga akan dirasakan oleh orang
yang tidak melakukan kemaksiatan tersebut, jika tidak ada yang berdakwah dalam
kaum tersebut.
5.
Setiap
musibah yang menimpa seorang hamba atau suatu kaum, pasti disebabkan oleh dosa
yang dilakukan oleh salah seorang ataupun kaum itu sendiri.
6.
Besarnya
dosa orang yang terang-terangan berbuat dosa, hingga Alloh swt tidak hanya
menahan rizkinya namun juga menahan rizki satu kaum, Bani Israil. Padahal yang
terang-terangan berbuat dosa tersebut hanyalah satu orang.
7.
Dalam
kisah ini juga menunjukkan agung dan hebatnya amalan taubat nasuha. Sehingga
Alloh swt menghapuskan dosa seorang yang gemar berbuat dosa selama puluhan
tahun bahkan ia tidak malu melakukan kemaksiatan tersebut, serta mengembalikan
rizki dan keberkahan Bani Israil.
8.
Alloh
akan menutupi dosa seorng hamba selama hamba tersebut tidak menyebarkan dan
menyombongkan perbuatan dosanya. Apalagi ketika ia telah bertaubat, maka Alloh
akan semakin menutupi aib hambanya tersebut.
sebenarnya
masih banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari kisah tadi, namun
karena keterbatasan waktu kita cukupkan terlebih dahulu perjumpaan kita kali
ini. Mudah-mudahan kisah tadi dapat mendorong kita menjadi hamba-hamba yang
selalu bertaubat kepada Alloh swt. Amin. Wallohu a’lam.
(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali,
ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)
0 Response to "KISAH PERTAUBATAN HAMBA YANG DURHAKA"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.