Taubatnya Malik bin Dinar, Dalam kitab Misanul I’tidal, Malik bin Dinar rohimahulloh,
sang ahli fikih Irak, seorang imam, dan pemberi nasihat di Masjid Kufah, suatu
hari pernah membuat heran ribuan jama’ahnya dengan berkata,
“Kehidupanku
dimulai dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zhalim kepada
manusia, memakan hak manusia, memakan riba, dan memukuli manusia. Kulakukan
segala kezhaliman, tidak ada satu maksiat melainkan aku telah melakukannya.
Sungguh sangat jahat hingga manusia tidak menghargaiku karena kebejatanku."
Kemudian Imam Malik bin Dinar Rohimahullah melanjutkannya
dengan berkisah, “Hingga Pada suatu hari, aku menikah dan dikaruniai seorang
puteri yang kuberi nama Fathimah. Aku sangat mencintainya. Setiap kali dia
bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan semakin sedikit
maksiat di dalam hatiku. Pernah suatu ketika Fathimah melihatku memegang
segelas khamr, maka diapun mendekat kepadaku dan menyingkirkan gelas tersebut
hingga tumpah mengenai bajuku.
Saat itu umurnya belum genap dua tahun.
Seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala -lah yang membuatnya melakukan hal
tersebut.
Selama bersamanya, aku selalu mendekatkan diri kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan setiap itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi
sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, dan saat itulah Fathimah
meninggal. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin
yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih
buruk dari sebelumnya. Setanpun mempermainkanku, hingga datang suatu hari,
setan berkata kepadaku:
“Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan
mabuk yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya.” Maka aku bertekad untuk
mabuk dan meminum khamr sepanjang malam. Aku minum, minum dan minum. Maka aku
lihat diriku telah terlempar di alam mimpi.
Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat.
Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumipun telah
bergoncang.
Manusia berkumpul pada hari kiamat, dalam keadaan
berkelompok-kelompok. Sementara aku berada di antara manusia, mendengar seorang
penyeru memanggil: Fulan ibn Fulan, kemari! Mari menghadap al-Jabbar. Aku
melihat si Fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat
ketakutan. Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku: “Mari menghadap
al-Jabbar!”
Kemudian hilanglah seluruh manusia dari sekitarku
seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mahsyar. Kemudian aku melihat seekor
ular besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar kearahku dengan membuka
mulutnya. Akupun lari karena sangat ketakutan. Lalu aku mendapati seorang
laki-laki tua yang lemah. Akupun berkata: “Hai, selamatkanlah aku dari ular
ini!” Dia menjawab: “Wahai anakku aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah
kearah ini mudah-mudahan engkau selamat!”
Akupun berlari kearah yang ditunjukkannya, sementara
ular tersebut berada di belakangku. Tiba-tiba aku mendapati api ada
dihadapanku. Akupun berkata: “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular untuk
menjatuhkan diri ke dalam api?” Akupun kembali berlari dengan cepat sementara
ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut
dan berkata: “Demi Allah, wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.” Maka dia
menangis karena iba dengan keadaanku seraya berkata: “Aku lemah sebagaimana
engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatupun, akan tetapi larilah kearah
gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”
Akupun berlari menuju gunung tersebut sementara ular
akan mematukku. Kemudian aku melihat di atas gunung tersebut terdapat anak-anak
kecil, dan aku mendengar semua anak tersebut berteriak: “Wahai Fathimah tolonglah
ayahmu, tolonglah ayahmu!” Selanjutnya aku mengetahui bahwa dia adalah putriku.
Akupun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang meninggal pada usia
tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi tersebut. Maka diapun
memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir ular dengan tangan kirinya
sementara aku seperti mayit karena sangat ketakutan. Lalu dia duduk di pangkuanku
sebagaimana dulu di dunia.
Dia berkata kepadaku: “Wahai ayah,
“belumkah datang
waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat
Allah.” (Qs. Al-Hadid:16)
Maka kukatakan: “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku
tentang ular itu.” Dia berkata: “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah
membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu
wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada
hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah
melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan
sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku,
dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa
memberikan manfaat kepadamu.”
kemudian, Malik bin Dinar Rohimahullah pun berkata: Akupun terbangun dari tidurku dan berteriak: “Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku, ya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
kemudian, Malik bin Dinar Rohimahullah pun berkata: Akupun terbangun dari tidurku dan berteriak: “Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku, ya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kemudian beliau Rohimahullah melanjutkan kisahnya dengan
berkata, “Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang
sama:
“Belumkah datang
waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.”
(Qs. Al-Hadid: 16)
Itulah kisah taubatnya Malik bin Dinar Rohimahullah
yang beliau kemudian menjadi salah seorang imam besar generasi tabi’in, dan
termasuk salah seorang ulama Basrah. Dia dikenal selalu menangis sepanjang
malam dan berkata: “Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya Dzat Yang Mengetahui
penghuni sorga dan penghuni neraka, maka yang manakah aku di antara keduanya?
Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni sorga dan jangan jadikan aku
termasuk penghuni neraka.”
Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas. Dan
mudah-mudahan pula kita dapat mengambil pelajaran dan hikmah berharga dari
kisah taubatnya kepada Alloh ta’alaa. Amin. Wallohu a’lam.
0 Response to "KISAH TAUBAT MALIK BIN DINAR"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.