Tidak sedikit orang yang
menganggap bahwa perkara Iman adalah perkara yang sepele, sehingga tidak jarang
orang yang melalaikan masalah ini dan mengganggapnya sebagai hal yang kecil dan
tidak perlu dibesar-besarkan, padahal keimanan akan sangat menentukan bahagia
atau sengsaranya seseorang.
Dalam arti syariat, Iman terdiri dari qoul atau perkataan dan ‘amal atau perbuatan. Yang dimaksud perkataan adalah perkataan hati dan perkataan
lisan. Sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan adalah perbuatan hati yaitu ilmu yang diketahui dan diyakini dalam hati dan perbuatan
anggota badan.
Jadi, iman memiliki
dua aspek, yaitu aspek hati dan aspek anggota badan termasuk lisan. Aspek hati ada dua bagian, yaitu perkataan hati dan perbuatan hati.
Demikian pula aspek anggota badan, berupa perkataan lisan dan perbuatan
anggota badan. Empat bagian tersebut
semuanya adalah iman. Manakala
keempat bagian tersebut ada pada diri seseorang, maka setiap bagiannya
dinamakan iman, sebagaimana keseluruhannya pun dinamakan iman.
Seseorang tidak dikatakan beriman, apabila salah satu dari empat bagian iman tersebut tidak ada, kecuali kalau yang tidak ada adalah sisi anggota badan
dikarenakan ketidaksanggupan. seperti orang
bisu yang tidak mungkin sanggup untuk bersyahadat dan lain sebagainya.
dalam diri orang yang
beriman, perkataan hati atau ilmu yang diketahui dan diyakini didalam hati akan melahirkan pekerjaan atau perbuatan hati berupa ketundukan kepada Alloh , takut
dan cinta kepada-Nya, dan lain sebagainya yang termasuk perbuatan hati.
Apabila perkataan hati tidak dapat
melahirkan amal perbuatan hati seperti tadi, maka iman pun tidak akan terwujud,
dan orang tersebut tidak dinamakan sebagai orang yang beriman.
Kemudian, apabila perbuatan hati terwujud,
maka tidak boleh tidak, perkataan lisan dan perbuatan anggota badan
pun akan terwujud pula. Hal ini adalah suatu
kepastian yang tidak akan pernah diragukan oleh setiap orang yang berakal. Karena jika tidak
demikian, maka keyakinan yang ada dalam hatinya tidak-lah beguna dan pemiliknya pun bukanlah orang yang beriman.
Seperti halnya Iblis yang mengetahui dan mengakui keesaan dan uluhiyyah Alloh, akan tetapi pengetahuan dan pengakuan tersebut tidak diiringi dengan ketundukan,
sehingga Iblis enggan sujud kepada Adam
ketika Alloh memerintahkannya.
Demikian pula dengan Fir’aun yang mengetahui kebenaran Nabi Musa , tetapi tidak terwujud padanya perbuatan lisan dan anggota badan yang
merupakan tuntutan dari pengetahuan-nya tersebut.
Berkenaan dengan pengertian Iman, Imam Bukhori berkata:
“Telah kutemui lebih dari seribu ulama di banyak negeri, tidak satu
pun dari mereka yang berselisih bahwa
iman adalah qoul wa ‘amal atau perkataan dan perbuatan, dan imanpun bisa bertambah dan juga berkurang.”
Asal atau dasar iman ada di dalam
hati. Kemudian dari keberadaan iman tersebut, maka lahirlah perkataan dan amal perbuatan iman yang zhāhir atau tampak.
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa asal iman di
hati adalah firman Alloh didalam surat an-Nahl ayat 106 yang artinya,
“Barangsiapa
yang kafir kepada Alloh sesudah dia beriman maka dia mendapat kemurkaan
Alloh, kecuali orang yang dipaksa kafir padahal
hatinya tetap dalam keadaan beriman, akan tetapi orang yang melapangkan
dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Alloh menimpanya dan baginya
adzab yang besar.
Tanpa adanya wujud iman dalam hati, maka tidak akan ada pula amal dan perkataan iman yang zhohir.
Demikian pula sebaliknya, tidak adanya amal dan
perkataan iman
yang terucap melalui lisan yang
zhāhir menjadi bukti tidak adanya iman di dalam hati.
Dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim Rosululloh
bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh
terdapat segumpal daging. Apa-bila dia baik, maka baiklah seluruh jasadnya.
Dan bila rusak, maka rusak-lah seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah
berkata:
“Apabila hati adalah hati yang sholeh karena berisikan ilmu dan per-buatan
hati, maka pastilah anggota badan pun
akan sholeh,
karena akan melahirkan perkataan dan amal yang dilandasi oleh iman”
Imam al-Marwaziy juga berkata,
“Dalil bahwasanya hanya sebatas ilmu dan
kepercayaan saja tidak akan berguna bagi pelakunya
adalah firman Alloh tentang perkataan Iblis yang termaktub dalam surat al-A’rof ayat ke
12 yaitu, Iblis menjawab, “Saya lebih baik daripadanya yakni Adam, Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” dan juga firman-Nya dalam surat Shod ayat 82, “Iblis menjawab: Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka
semuanya.”
Dalam dua ayat tadi Alloh mengabarkan bahwa Iblis mengetahui bahwa Alloh-lah yang menciptakannya. Tetapi dia menolak untuk tunduk kepada perintah Alloh agar sujud kepada Adam , maka kepercayaan dan ilmunya tidak berguna baginya, karena tidak adanya
ketundukan.
Selain keterkaitan
antara seluruh anggota badan, keimanan pun apat bertambah dan juga dapat
berkurang. Adapan dalil yang menjelaskan bahwa iman dapat
bertambah dan berkurang adalah firman Alloh di dalam
surat al-Fath pada ayat yang ke 4 yang artinya,
“Dia-lah yang
telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang yang beriman supaya keimanan mereka bertambah di samping
keimanan mereka yang telah ada”.
Kemudian Abu Huroiroh berkata juga berkata:
“Iman bisa bertambah dan juga
berkurang.”
demikianlah
pembahasan kita pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan dengan memahami
permasalahan iman kita akan semakin dapat mendekatkan diri kepada Alloh. amin. wallohu ‘alam.
0 Response to "MAKNA IMAN"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.